RUU KUHAP Berpotensi Masuk Dalam Prolegnas
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Martin Manurung saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum dengan sejumlah organisasi pada Rabu (31/10/2024) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta. Foto : Azka/Andri
PARLEMENTARIA, Jakarta - Dalam upaya menjaring aspirasi masyarakat terkait penyusunan Prolegnas RUU Tahun 2025-2029 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum dengan sejumlah organisasi pada Rabu (31/10/2024) di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta.
Dalam rapat yang dihadiri oleh LBH APIK (Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan), Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR) dan Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) tersebut, terdapat beberapa usulan yang kemudian menarik perhatian pimpinan dan Anggota Baleg DPR RI, salah satunya adalah terkait dengan Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
“Soal KUHAP, Saya pikir, saya dan juga Fraksi Partai NasDem setuju untuk KUHAP ini kita jadikan prioritas pada prolegnas 2025. Karena, memang KUHP-nya sendiri akan berlaku pada Januari 2026 dan banyak ketentuan pidana dan alternatif pemidanaan yang baru yang perlu diatur dalam KUHAP tersebut Bagaimana pelaksanaannya,” tutur Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Martin Manurung saat memimpin jalannya rapat.
Pada kesempatan tersebut, usulan revisi KUHAP disampaikan oleh perwakilan dari LBH APIK dan ICJR. Sebelumnya dipaparkan oleh ICJR bahwa dibutuhkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana yang mengatur teknis formil dan peranan APH untuk mengaur ketentuan baru di dalam KUHP baru.
Sedangkan usulan dari LBH APIK terkait revisi KUHAP antara lain mengenai hak-hak korban dalam sistem peradilan pidana, ketentuan mengenai perlindungan korban, ketentuan mengenai alat bukti, peraturan mengenai praperadilan, restitusi dan kompensasi, ketentuan mengenai penerimaan laporan di Kepolisian dan penerapan Restorative Justice yang tidak tepat dalam penegakan hukum. Selain itu, KUHAP juga dianggap belum update untuk perkara menggunakan sarana elektronik.
LBH APIK dalam paparannya juga menyampaikan perlunya penguatan ketentuan mengenai layanan dukungan selama proses penegakan hukum terutama kebutuhan khusus perempuan, anak dan kelompok rentan lainnya yang berhadapan dengan hukum. Poin lainnya yang menjadi usulan adalah sinergi antara UU lex specialis yang berpihak pada perempuan korban dan menyelaraskan dengan Direktorat TPPI dan PPA Polri.
Masukan-masukan tersebut lantas juga mencuri perhatian anggota Badan Legislasi, Saleh Partaonan Daulay. Pada kesempatan yang sama, politisi Fraksi Partai Amanat Nasional ini mengingatkan kepada para pengusul untuk memberikan masukan yang lebih komprehensif.
“Saya lihat ada beberapa usulan yang sangat baik dan saya setuju dari poin-poin yang disampaikan ini termasuk soal undang-undang Hukum Acara Pidana. Saya kira ini boleh nanti tulisan-tulisan resmi sebagai apa masukan itu mungkin bisa dibuat secara lengkap dan disampaikan kepada Baleg dan juga fraksi-fraksi untuk mengingatkan supaya nanti pada saat mungkin ada pembahasan soal ini referensinya ada,” ujar Saleh.
Merujuk dari berbagai sumber, wacana revisi KUHAP sendiri telah berhembus sejak beberapa periode pemerintahan lalu. Saat ini Hukum Acara Pidana diundangkan melalui Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 yang ditetapkan pada 31 Desember 1981 silam. UU ini dikenal sebagai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, disingkat KUH Acara Pidana atau KUHAP.
KUHAP adalah peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pelaksanaan formal dari hukum pidana. KUHAP menjadi dasar hukum bagi aparat penegak hukum seperti kepolisian, Kejaksaan Republik Indonesia, dan Pengadilan Agama untuk melaksanakan wewenangnya. (uc/aha)